Momok terbesar bagi mahasiswa Indonesia yang kuliah di Tain adalah masalah Bahasa, makanan dan kebudayaan. Taiwan merupakan daerah yang memiliki banyak Bahasa, walaupun begitu Bahasa mandarin merupakan Bahasa nasional yang digunakan oleh masyarakat Taiwan. Kita akan sangat mudah menemukan orang yang berbahasa inggris jika seandainya tinggal di Taipei tapi jika tinggal diluar Taipei akan sangat tergantung dengan faktor keberuntungan.
Walaupun begitu, diantara negara-negara Asia Timur, selain Hongkong, Taiwan adalah tempat yang paling mudah untuk menemukan orang lokal yang bisa berbahasa Inggris. Sejauh ini berdasarkan pengalaman beberapa mahasiswa, walaupun kendala bahasa masih banyak ditemukan tapi masih bisa diatasi oleh mahasiswa-mahasiswa yang kuliah disini. Bagi mahasiswa S1, mayoritas jurusan menggunakan bahasa mandarin sebagai bahasa pengantar. Berdasarkan wawancara kami dengan beberapa mahasiswa, diketahui bahwa diawal perkuliahan mereka masih menemukan banyak kecanggungan karena Mandarin bukanlah bahasa ibu mereka tapi seiring berjalannya waktu mereka semakin terbiasa dan tidak menemukan masalah yang berarti. Untuk mahasiswa S2 dan S3, mayoritas jurusan menggunakan bahasa inggris sebagai bahasa pengantar dan mahasiswa di kelaspun datang dari berbagai negara sehingga atmosfir internasionalnya memang sangat terasa. Karena bahasa inggris bukanlah bahasa ibu dan banyak mahasiswa internasional yang native speaker terkadang menimbulkan rasa minder bagi beberapa mahasiswa, tapi seiring berjalannya waktu biasanya rasa minder ini perlahan-lahan akan hilang. Selain itu, banyak juga mahasiswa Indonesia yang menorehkan prestasi dan memiliki kualitas mumpuni disini sehingga mampu bersaing dengan mahasiswa lain dari berbagai negara.
Selain bahasa, kendala lain adalah soal makanan. Taiwan dengan penduduk mayoritas budha banyak yang tidak makan daging sapi sehingga mereka banyak yang mengkonsumsi daging babi, juga berbagai pelengkap makanan terbuat dari binatang tersebut. Bagi muslim tentu saja hal ini menjadi sebuah permasalahan karena umat muslim diharamkan memakan daging babi dan berbagai olahan dari binatang tersebut. Walaupun begitu, permasalahan makanan ini bisa diatasi dengan beberapa cara, seperti : memasak sendiri, makan di restoran halal atau makan di restaurant vegetarian (restaurant vegetarian atau restaurant yang menyediakan menu vegetarian lumayan banyak di Taiwan). Berdasarkan pengalaman dari beberapa mahasiswa muslim, beberapa dari mereka terkadang tetap makan di restaurant yang non-halal tapi memilih makanan halal seperti seafood, nasi, sayuran, buah, olahan daging sapi, ayam atau ikan. Bagi yang memiliki kepercayaan yang strict soal makanan, banyak juga diantara mereka yang lebih memilih tinggal diluar asrama dan emnyewa apartment sehingga bisa dengan bebas memasak. Kendala lain selain kehalalan makanan adalah makanan Taiwan kurang memiliki rasa yang kuat dan kaya layaknya makanan Indonesia. Kebanyakan makanan Taiwan cenderung lebih plain, kurang garam (untuk ukuran Indonesia), dan tidak pedas. Bagi pecinta makanan pedas, hal ini menajdi permasalahan tersendiri sehingga beberapa mahasiswa Indonesia terkadang selalu membawa sambal kemana-mana untuk ditambahkan ke menu makanan mereka. Hal yang patut disyukuri adalah universitas dan berbagai tempat publik selalu menyediakan water fountain sehingga kita dapat minum secara gratis. Hal ini sangat menghemat pengeluaran dan juga sangat baik bagi kesehatan karena bisa mengurangi dehidrasi.
Tentu saja kebudayaan antara Indonesia dan Taiwan sangatlah berbeda. Walaupun beberapa mahasiswa sempat mengalami cultural shock saat pertama kali sampai di Taiwan, tapi seiring berjalannya waktu permasalahan ini akan bisa teratasi. Apalagi beberapa universitas menyediakan berbagai program untuk membantu mahasiswanya beradaptasi dengan sekitar juga tersedia bagian konsultasi lengkap dengan psikolog yang dapat membantu mahasiswa untuk bisa beradaptasi serta mengkomunikasikan masalah-masalah yang mungkin mereka hadapi. Taiwan terutama Taipei adalah daerah yang sangat tertib sehingga ketertiban sangat dijaga dengan baik disini. Antrian panjang merupakan hal yang biasa kita temukan di berbagai tempat. Mereka akan rela antri berlama-lama dengan tertib untuk membeli makanan ataupun untuk naik kendaraan. Budaya antri ini sangatlah patut dicontoh oleh bangsa Indonesia untuk emnajdi bangsa yang bermartabat. Selain itu pengelolaan sampah di Taiwan terutama di Taipei sangatlah patut diacungi jempol. Mekanisme pembuangan sampah di Taipei mungkin meruapakan salah satu hal unik di dunia. Akan ada 2 jenis mobil sampah yaitu mobil kuning dan mobil putih. Mobil kuning biasanya untuk pembuangan sampah umum dan sampah sisa makanan (sampah-sampah yang tidak bisa didaur ulang), sedangkan mobil putih diperuntukkan bagi sampah daur ulang. Sampah tersebut juga harus dibungkus rapi, bagi sampah umum biasanya harus dibungkus menggunakan plastik warna biru bertanda khusus yang bisa kita beli diberbagai supermarket, untuk sampah daur ulang dibungkus menggunakan plastik bebas tapi harus bersih dan rapi, sedangkan untuk sisa makanan hanya perlu dimasukkan ke tong biru atau merah yang dibawa oleh truk kuning. Kedatangan truk sampah sangat terjadwal dan mayoritas tepat waktu sehingga kita perlu menemukan info jadwal truk sampah akan melewati daerah tempat tinggal kita. Truk sampah ini tidak beroperasi pada hari rabu dan minggu. Hal yang unik adalah saat truk sampah datang akan ditandai dengan bunyi musik klasik sehingga masyarakat Taiwan akan sangat familiar dengan bunyinya dan berkumpul dititik-titik yang telah ditentukan. Peraturan sampah ini sangatlah ketat sehingga kita wajib untuk memahaminya. Terkadang bagi mahasiswa yang baru tinggal di Taiwan, hal ini menimbulkan polemik cultural shock karena belum terbiasa. Tapi seiring berjalannya waktu, hal ini akan bisa teratasi karena akan terbiasa.
sumber : https://ppitaiwan.org/2016/11/04/mengalahkan-trio-momok-bahasa-makanan-dan-kebudayaan/
Comments